Sejarah Candi Borobudur

Arca Budha dalam relung Candi Borobudur ©2009 arie saksono Pada tahun 1814, Thomas Stamford Raffles mendapat berita dari bawahannya tentang adanya bukit yang dipenuhi dengan batu-batu berukir. Berdasarkan berita itu Raffles mengutus Cornelius, seorang pengagum seni dan sejarah, untuk membersihkan bukit itu. Setelah dibersihkan selama dua bulan dengan bantuan 200 orang penduduk, bangunan candi semakin jelas dan pemugaran dilanjutkan pada 1825. Pada 1834, Residen Kedu membersihkan candi lagi, dan tahun 1842 stupa candi ditinjau untuk penelitian lebih lanjut. Nama Borobudur Mengenai nama Borobudur sendiri banyak ahli purbakala yang menafsirkannya, di antaranya Prof. Dr. Poerbotjoroko menerangkan bahwa kata Borobudur berasal dari dua kata Bhoro dan Budur. Bhoro berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti bihara atau asrama, sedangkan kata Budur merujuk pada kata yang berasal dari Bali Beduhur yang berarti di atas. Pendapat ini dikuatkan oleh Prof. Dr. WF. Stutterheim yang berpendapat bahwa Borobudur berarti Bihara di atas sebuah bukit. Prof. JG. De Casparis mendasarkan pada Prasasti Karang Tengah yang menyebutkan tahun pendirian bangunan ini, yaitu Tahun Sangkala: rasa sagara kstidhara, atau tahun Caka 746 (824 Masehi), atau pada masa Wangsa Syailendra yang mengagungkan Dewa Indra. Dalam prasasti didapatlah nama Bhumisambharabhudhara yang berarti tempat pemujaan para nenek moyang bagi arwah-arwah leluhurnya. Bagaimana pergeseran kata itu terjadi menjadi Borobudur? Hal ini terjadi karena faktor pengucapan masyarakat setempat. Pembangunan Candi Borobudur Candi Borobudur dibuat pada masa Wangsa Syailendra yang Buddhis di bawah kepemimpinan Raja Samarotthungga. Arsitektur yang menciptakan candi, berdasarkan tuturan masyarakat bernama Gunadharma. Pembangunan candi itu selesai pada tahun 847 M. Menurut prasasti Kulrak (784M) pembuatan candi ini dibantu oleh seorang guru dari Ghandadwipa (Bengalore) bernama Kumaragacya yang sangat dihormati, dan seorang pangeran dari Kashmir bernama Visvawarman sebagai penasihat yang ahli dalam ajaran Buddis Tantra Vajrayana. Pembangunan candi ini dimulai pada masa Maha Raja Dananjaya yang bergelar Sri Sanggramadananjaya, dilanjutkan oleh putranya, Samarotthungga, dan oleh cucu perempuannya, Dyah Ayu Pramodhawardhani. Sebelum dipugar, Candi Borobudur hanya berupa reruntuhan seperti halnya artefak-artefak candi yang baru ditemukan. Pemugaran selanjutnya oleh Cornelius pada masa Raffles maupun Residen Hatmann, setelah itu periode selanjutnya dilakukan pada 1907-1911 oleh Theodorus van Erp yang membangun kembali susunan bentuk candi dari reruntuhan karena dimakan zaman sampai kepada bentuk sekarang. Van Erp sebetulnya seorang ahli teknik bangunan Genie Militer dengan pangkat letnan satu, tetapi kemudian tertarik untuk meneliti dan mempelajari seluk-beluk Candi Borobudur, mulai falsafahnya sampai kepada ajaran-ajaran yang dikandungnya. Untuk itu dia mencoba melakukan studi banding selama beberapa tahun di India. Ia juga pergi ke Sri Langka untuk melihat susunan bangunan puncak stupa Sanchi di Kandy, sampai akhirnya van Erp menemukan bentuk Candi Borobudur. Sedangkan mengenai landasan falsafah dan agamanya ditemukan oleh Stutterheim dan NJ. Krom, yakni tentang ajaran Buddha Dharma dengan aliran Mahayana-Yogacara dan ada kecenderungan pula bercampur dengan aliran Tantrayana-Vajrayana. Penelitian terhadap susunan bangunan candi dan falsafah yang dibawanya tentunya membutuhkan waktu yang tidak sedikit, apalagi kalau dihubung-hubungkan dengan bangunan-bangunan candi lainnya yang masih satu rumpun. Seperti halnya antara Candi Borobudur dengan Candi Pawon dan Candi Mendut yang secara geografis berada pada satu jalur. Materi Candi Borobudur Candi Borobudur merupakan candi terbesar kedua setelah Candi Ankor Wat di Kamboja. Luas bangunan Candi Borobudur 15.129 m2 yang tersusun dari 55.000 m3 batu, dari 2 juta potongan batu-batuan. Ukuran batu rata-rata 25 cm X 10 cm X 15 cm. Panjang potongan batu secara keseluruhan 500 km dengan berat keseluruhan batu 1,3 juta ton. Dinding-dinding Candi Borobudur dikelilingi oleh gambar-gambar atau relief yang merupakan satu rangkaian cerita yang terususun dalam 1.460 panel. Panjang panel masing-masing 2 meter. Jika rangkaian relief itu dibentangkan maka kurang lebih panjang relief seluruhnya 3 km. Jumlah tingkat ada sepuluh, tingkat 1-6 berbentuk bujur sangkar, sedangkan tingkat 7-10 berbentuk bundar. Arca yang terdapat di seluruh bangunan candi berjumlah 504 buah. Tinggi candi dari permukaan tanah sampai ujung stupa induk dulunya 42 meter, namun sekarang tinggal 34,5 meter setelah tersambar petir.

Seal

Kamis, 10 Februari 2011

TIDAK ADA UJIAN ULANG UN 2011

Ujian Nasional bagi pelajar tinggal beberapa bulan lagi. Saat-saat seperti inilah yang paling menegangkan bagi setiap siwa dimana UN adalah tolak ukur keberhasilan pendidikan selama tiga tahun. ada yang beda dengan ujian nasional tahun ini. Sekolah wajib memberikan nilai Ujian Akhir Sekolah (UAS) ke pemerintah paling lambat seminggu sebelum Ujian Nasional (UN) berlangsung.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendiknas Mansyur Ramli mengatakan, UN tahun depan pada intinya ialah penggabungan nilai akhir pada ujian sekolah dan UN. Pada akhirnya penggabungan ini berujung pada penghapusan hak veto UN. Pemberian nilai akan lebih komprehensif yang tidak tergantung pada nilai pusat atau sekolah saja.
Oleh karena itu, Balitbang merekomendasikan ujian sekolah dilaksanakan sebelum UN berlangsung paling lambat awal April 2011. Sementara penyerahan hasil ujian sekolah ke Kemendiknas menjadi tanggung jawab penyelenggara provinsi yang dikirimkan paling lambat tujuh hari kalender sebelum UN dilaksanakan. “Untuk mengantisipasi permainan ataupun kecurangan yang dilakukan sekolah maka nilai ujian sekolah harus masuk ke pusat supaya dapat dikendalikan,” katanya di gedung Kemendiknas.
Mansyur melanjutkan, peraturan ini berkaca pada masa Evaluasi Belajar Tahap Nasional (Ebtanas) yang pernah diselenggarakan beberapa tahun lalu dimana tanpa ada intervensi pemerintah, sekolah menaikkan nilai UN siswa yang mendapatkan nilai rendah. Mansyur juga meminta kepada semua pihak untuk mengawasi sekolah selama penyelengaraan ujian sekolah karena pusat tidak dapat melakukan intervensi lebih dalam.
Dirinya menambahkan, untuk nilai raport biasanya tidak ada angka mati karena penilaiannya ditentukan dengan kompetensi minimal di mana nilai raport ditentukan sendiri oleh sekolah. Mansyur menyebut, dengan formulasi ini pemerintah dapat menemukan mana sekolah yang bermutu baik dan rendah. “Semoga diawal tahun hijriah ini, pendidikan kita bisa berhijrah ke yang lebih baik,” harapnya.
Menurutnya, berdasarkan studi yang pernah dilakukan, mayoritas sekolah yang bermutu baik pada umumnya antara nilai UN dan sekolahnya berdekatan. Sementara untuk sekolah yang buruk kesenjangan antara nilai keduanya sangat jauh. Sehingga dengan adanya penggabungan ini akan menghasilkan pemetaan pendidikan yang bagus.
Sementara itu, Koordinator Education Forum (EF) Suparman menegaskan penggabungan UN dan UAS tidak menjawab permasalahan, karena UN tetap bersifat memveto. Menurut Suparman, seharusnya UN sebaiknya digabung dengan nilai semester 3, 4, 5 dan 6 atau nilai kelas II dan III dengan bobot yang setara. “Jadi rumusnya nilai semester 3 sampai 6 ditambah UN dibagi 5 sama dengan 5 atau 5,5. Ini baru adil buat anak,” jelas Suparman ketika dihubungi via telepon.
Ketua Panitia Kerja UN (Panja UN) DPR Rully Chairil Azwar berkomentar, walau ada kontra namun keberadaan UN tetap penting. Sehingga legislatif dan pemerintah mesti merumuskan formulasi yang tidak memveto. Pihak yang merumuskan harus berpikiran terbuka agar sistem pendidikan yang ada dapat mencerdaskan kehidupan bangsa.
Selain tidak memveto, ungkap Rully, elite politik di DPR juga menginginkan UN dapat meningkatkan mutu pendidikan. Sehingga dengan penggabungan UN dengan UAS harus ada rekayasa yang disusun dengan baik. “Kami harus bisa mengantisipasi rekayasa tersebut agar mutu UN menjadi lebih baik terutama di pengawasannya dan tidak lagi bertentangan dengan UU Sisdiknas,” imbuhnya.
Sebelumnya diberitakan, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) mengusulkan soal ujian terbagi dua yakni esai untuk ujian sekolah dan pilihan ganda untuk UN. Soal esai akan melengkapi kekurangan soal pilihan ganda di UN. Selain itu, jika terbagi dua maka falsafah komprehensif yakni soal menjangkau seluruh kemampuan siswa termasuk aspek psikomotorik, kognitif serta afektif akan tercapai. Pembagian dua soal ini juga akan meningkatkan kompetensi kelulusan siswa serta nilai yang diukur dari penggabungan kedua ujian tersebut juga akan lebih komprehensi.
Sementara Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh menyatakan, Kemendiknas mengusulkan persentase bobot penilaian antara UN, ujian sekolah dan raport yakni 60 persen menggunakan UN dan 40 persen dengan bobot raport dan ujian sekolah. Katanya semua usulan akan ditetapkan pada rapat kerja dengan Panja UN DPR pada Senin 13 Desember mendatang

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes Powered by Blogger | DSW printable coupons